ANALGETIKA DAN PENGGOLONGANNNYA
Rasa nyeri
hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentangadanya
gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, in&eksi kuman atau kejang otot.
Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat
menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yan disebut mediator nyeri pengantara.
Zat ini
merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan
lain. Dari tempat ini rangangdialaihkan melalui syara& sensoris ke susunan
syaraf pusat ( SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak
besar,dimana rangsang terasa sebagai nyeri.
Analgetik atau
analgesik,merupakan obat untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau
obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran dan akhirnya akan
memberikanrasa nyaman pada orang yang menderita.
- Cara Pemberantasan Rasa Nyeri :
11. Menghalangi pembentukan rangsang
dalam reseptor nyeri perifer oleh analgetik
perifer atau oleh anestetik lokal.
22. Menghalangi penyaluran rangsang
nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan anestetik lokal
33. Menghalangi pusat nyeri dalam dengan analgesik sentral (narkotik) atau dengan
anestetik umum.
Umumnya cara
kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter
tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri demam dengan blokade sintesa neurotransmitter
tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan “sinyal” nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur
menghilang.
- Penggolongan Analgesik
Analgesik dibagi menjadi dua, yaitu analgesik narkotik dan
analgesik non narkotik :
- Analgesik Narkotik
Khusus
digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan kanker. Nyeri
pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingka tempat, yaitu = obat
perifer (non Opioid) peroral atau rectal ; parasetamol,asetosal, obat perifer bersama
kodein atau tramadol, obat sentral (Opioid) peroral atau rectal, obat Opioid
parenteral.
Zat-zat ini
memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat kerja yang
terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran (sifat meredakan
dan menidurkan) dan menimbulkan perasaannyaman (euforia). Dapat mengakibatkan
toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik
(ketagihan adiksi) dengan gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan.
Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat, teteapi potensi. Onzer, dan efek samping yang paling sering
adalah mual, muntah, konstipasi, dan mengantuk. Dosis yang besar dapat
menyebabkan hipotansi serta depresi pernafasan.
Morfin dan
petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk nyeri walaupun
menimbulkan mual dan muntah. Obat ini diIndonesia tersedia dalam bentuk injeksi
dan masih merupakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotika
lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euphoria dan
ganguan mental. Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang
masih digunakan di Indonesia :
- Morfin HCL,
- Kodein (tunggal
atau kombinasi dengan parasetamol),
- Fentanil HCL,
- Petinidin, dan
- Tramadol.
Khusus untuk
tramadol secara kimiawi memang tergolong narkotika tetapi menurut undang-undang
tidak sebagai narkotik, karena kemungkinan menimbulkan ketergantungan.
Ada beberapa jenis Reseptor opioid
yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ,
ε. (dan yang terbaru ditemukan adalah
N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or
“orphan” opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas fungsinya).
a. Reseptor μ
memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari
opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
b. Reseptor δ yang
sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan
berhubungan dengan toleransi terhadap μ
opioid.
c. reseptor κ telah
diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis.
Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang.
d. Reseptor δ dan reseptor κ menunjukan
selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor μ selektif untuk opioid analgesic.
2. Analgesik Non Narkotik
Terdiri dari
obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat- obat
ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat,
tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer
juga memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan
demam, maka disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan
rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor dihipotalamus, yang mengakibatkan
vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai
keluarnya banyak keringat.
Efek analgetik
timbul karena mempengaruhi baik hipotalamus atau ditempat cedera. Respon
terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif
seperti brandikinin, PG dan histamine.
PG dan brankinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan membawa implus nyeri
ke SSP. AINS dapat menghambat sintesis PG dan brankinin sehingga menghambat
terjadinya perangsangan reseptor nyeri.
Obat-obat yang
banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilat
dan asetaminofen (parasetamol). Aspirin adalah penghambat sintesis PG paling efektif
dari golongan salisilat.
Salisilat
merupakan protipe AINS yang sampai sekarang masih digunakan. Termasuk salisilat
adalah Na-salisilat, aspirin (asam asetil salisilat), salisid, dan metil
salisilat bersifat toksik jika tertelan oleh karena itu, hanya dipakai topical untuk
menghangatkan kulit dan antigatal (antipruritus). Golongan salisilat dapat mengiritasi lapisan
mukosa lambung. Organ yang peka pada efek ini akan mengalami mual setelah minum
aspirin. Dalam lambung, PG berperan serta dalam mekanisme perlindungan mukosa dari
asam lambung atau gantrin. PG berfungsi meningkatkan daya tahan membrane mukosa
lambung. Aspirin selain berefek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi,
daalam dosis kecil juga berfungsi sebagai antitrombosis (antiplatelet).
- Hubungan struktur dan aktivitas
1.
Analgesik narkotik
a.
Turunan morfin
Morfin didapat dari
opium, yaitu getah kering tanaman
papaver opiuum mengandung tidak kurang dari 25 alkaloida, antara lain
adalajh morfin, kodein, noskapin, papaverin, tebain dan nersein.
Selain efek analgesik turunan morfin juga
menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Oleh karna itu distribusi
turuan morfin dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Karna turunan morfin
menimbukan efek kecanduan, yang terjadi secara cepat, maka dicari turunan atau
analognya yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek kecanduan lebih
rendah.
Hubungan struktur dan aktivitas
1) Eterifikasi dan
esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunka aktivitas analgesik,
meningkatkan aktivitas antibatuk dan meningkatkan efek kejang.
2) Eterifikasi,
esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen
atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik, meningkatkan efek
stimulan, tetapi juga meningkatkan toksisitas.
3) Perubahan gugus
hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik
secara drastis.
4) Pengubahan konfigurasi
hidroksil pada C6 dapat meningkatkan aktivitas analgesik.
5) Hidrogenasi ikatan
rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi dibanding
morfin.
6) Substansi pada cincin
aromatik akan mengurangi aktivitas analgesik.
7) Pemecahan jembatan eter
antara C4 dan C5 menurunkan aktivitas.
8) Pembukaan cincin
piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
9) Demetilasi pada C17 dan perpanjangan rantai
alifatik yang terikat pada atom N dapat menurunkan aktivitas. Adanya gugus alil
pada atom N menyebabkan senyawa bersifat antagonis kompetitif.
b. Turunan meperidin
Meskipun strukturnya tidak berhubungan
dengan struktur morfin tetapi masih menunjukan keiripan karna mempunyai pusat
atom C kuartener, rantai etilen, gugus N tersier dan cincin aroatik sehingga
dapat berinteraksi dengan reseptor analgetik.
c. Turunan lain lain
1) Tramadol (trmal, siminac) analgesik
kuat dengan aktifitas 0,1-0,2 kali morfin. Meskipun efeknya melalui reseptor
opiat, tetapi efek depresi pernafasan dan kemungkinan resiko kecanduan relatif
kecil. Senyawa diaborbsi dalam saluran cerna lebih kurang 90%, dengan masa
kerja 4-6 jam.
2) Butarfanol fenat
(stdol NS), turunn morfinal dengan efek analgesik kuat. Digunakan dalam bentuk
semprot (spray) untuk mengatasi rasa nyeri yang sedang dan hebat.
2. Analgesik non narkotik
a. Turunan Anilin dan para-Aminofenol
Turunan anilin dan p-aminofenol, seperti
asetaminofen, asetanilid dan fenasetin, mempunyai aktivitas
analgesik-antipiretik sebanding dengan aspirin, tetapi tidak mempunyai efek
antiradang dan antirematik. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri
kepala dan nyeri pada otot atau sendi dan obat penurun panas yang cukup baik.
Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah methemoglobin dan
hepatotoksik.
Hubungan
struktur-aktivitas
a) Anilin mempunyai efek antipiretik cukup
tinggi tetapi toksisitasnya juga besar karena menimbulkan methemoglobin, suatu
bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen.
b) Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat
kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus
amino (asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif
aman tetapi pada dosis yang lebih besar dapat menyebabkan pembentukan methemoglobin
dan mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari asetanilid mempunyai
kelarutan dalam air yang sangat rendah sehingga efek analgesik dan
antipiretiknya juga rendah.
c) Turunan aromatik dari asetanilid, seperti
benzanilid,sukar larut dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke
reseptor sehinga tidak menimbulkan efek analgesik, sedang salisilanilid sendiri
walaupun tidak mempunyai efek analgesik tetapi dapat digunakan sebagai
antijamur.
d) Para-aminofenol adalah produk metabolik dari
anilin, toksisitasnya lebih rendah dari anilin dan turunan orto dan meta,
tetapi masih terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai obat sehingga
perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya.
e) Aestilasi gugus amino dari para-aminofenol
(asetaminofen) akan menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman
tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka panjang dapat
menyebabkan methamoglobin dan kerusakan hati.
f) Esterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol
dengan gugus metil (anisidin) dan etil (fenetidin) meningkatkan aktivitas
anlgesik tetapi karena mengandung gugus amino bebas maka pembentukan
methemoglobin dapat meningkat.
g) Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti
gugus karboksilat dan sulfonat, ke inti benzen akan menghilangkan aktivitas
analgesik.
h) Etil eter dari asetaminofen (fenasetin)
mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi, tetapi pada penggunaan jangka
panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan ginjal dan bersifat karsinogenik
sehingga obat ini dilarang beredar di indonesia.
i) Ester salisilat dari
asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan meningkatkan aktivitas
analgesik.
b. Turunan 5-pirazolon
Turunan 5-pirazolon, seperti antipirin dan metampiron, mempunyai
aktivitas analgetik-antipiretik dan antirematik serupa dengan aspirin. Turunan
ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada
spasma usus, ginjal, saluran empedu dan urine, neuralgia, migrain, dismenorhu,
nyeri gigi dan rematik. Efek samping yang ditimbulkan oleh turunan 5-pirazolon
adalah agranulositosis, yang dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal.
Contoh
:
Antipirin(fenazon), mempunyai aktivitas analgetik hampir sama
dengan asetanilid, dengan awal kerja yang lebih cepat. Efek samping
arganulositosisnya cukup besar sehingga sekarang tidak lagi digunakan untuk
pemakaian sistemik. Antipirin mempunyai efek paralitik pada saraf sensori dan
motorik, sehingga digunakan untuk anestesi setempat dan vasokontriksi pada
pengobatan rinitis dan langiritis. Dosis : larutan 5-15%.
Pertanyaan
1. Bagaimana penggunaan analgetik pada ibu hamil?
2. Bagaimana mekanisme kerja analgetik non narkotik?
3. Sebutkan karakteristik dari
Analgetik
Pertanyaan
1. Bagaimana penggunaan analgetik pada ibu hamil?
2. Bagaimana mekanisme kerja analgetik non narkotik?
Terimakasih atas artikelnya, sangat bermanfaat sekali
ReplyDeleteSama-sama terimakasih telah mengunjungi blog saya:)
DeleteHai Jiwamatajang, artikelnya keren . Saya akan mencoba menjawab permasalahan no 1. Pemakaian obat NSAID (Non steroid anti inflamantory Drug) sebaiknya dihindari pada wanita hamil Obat-obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil dapat menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal janin, menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelahiran. Pengobatan NSAID selama trimester akhir kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari.
ReplyDeleteBaik kak terimakasih atas jawabannya, saya ingin menambahkan sedikit bahwa Obat analgetik ini mempunyai mekanisme lazim untuk menghambat sintesa prostaglandin yang terlibat dalam induksi proses melahirkan, NSAID dapat memperpanjang masa kehamilan.
DeleteTerimakasih ilham atas artikelnya, sangat bermanfaat sekali:)
ReplyDeletesama-sama terimakasih kak telah menyempatkan waktu mengunjungi blog saya, semoga bermanfaat:)
DeleteTerimakasih atas artikelnya sangat bermanfaat sekali👍
ReplyDeletesama-sama terimakasih kak telah menyempatkan waktu mengunjungi blog saya:)
DeleteTerimakasih atas artikelnya sangat bermanfaat sekali, saya ingin mencoba menanggapi pertanyaan no 3
ReplyDeletea. Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit
b. Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira
c. Tidak mempengaruhi pernapasan
d. Gunanya untuk nyeri sedang, contohnya: sakit gigi.
Baik kak, benar terimakasih atas jawabannya:)
DeleteTerimakasih ilham atas artikelnya, sangat bermanfaat sekali:)
ReplyDeletesama-sama terimakasih kak telah menyempatkan waktu mengunjungi blog saya:)
DeleteTerimakasih atas artikelnya, saya ingin mencoba menanggapi pertanyaan no 2. Analgesik non narkotik menimbulkan efek anlagetik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
ReplyDeleteSemoga membantu :)
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerimakasih atas materinya , sungguh bermanfaat
ReplyDelete